Kerajaan Haru, Penghubung Peradaban Batak dan Melayu - Tanah Sari

Home Top Ad

Post Top Ad

Wednesday, April 16, 2025

demo-image

Kerajaan Haru, Penghubung Peradaban Batak dan Melayu

Sebuah babak menarik dalam lembaran sejarah Melayu kuno kembali mengundang rasa penasaran dan perdebatan di kalangan sejarawan dan budayawan.

Dalam manuskrip klasik "Sejarah Melayu," khususnya pada kisah yang ke-24, terungkap informasi mengenai kepemimpinan Kerajaan Haru pada periode antara tahun 1477 hingga 1488 Masehi. Sosok penguasa yang disebutkan adalah Maharaja Diraja, yang dalam catatan silsilah Batak (Tarombo Batak) dikenal dengan nama Sorimangaraja.

Asal-usul Maharaja Diraja dalam "Sejarah Melayu" dituliskan secara unik, yakni "...yang turun daripada Batu Hilir di kota Hulu, Batu Hulu di kota Hilir." Interpretasi terhadap frasa ini menjadi titik fokus perdebatan. Tengku Luckman Sinar, seorang penulis dan tokoh sejarah, mengajukan sebuah pandangan menarik terkait kemungkinan adanya kesalahan penulisan dalam manuskrip tersebut.

Menurut analisis Tengku Luckman Sinar, terdapat kemungkinan bahwa huruf "wau" (و) pada akhir kata "batu" tertukar dengan huruf "kaf" (ک) saat penulisan, sehingga seharusnya dibaca "...yang turun daripada Batak Hilir di kota Hulu, Batak Hulu, di kota Hilir." Koreksi ini mengindikasikan adanya keterkaitan antara penguasa Haru dengan wilayah dan etnis Batak yang berada di pedalaman Sumatera Utara.

Lebih lanjut, Tengku Luckman Sinar juga mengajukan hipotesis lain yang tak kalah menarik. Beliau menduga bahwa kata "Batak" mungkin sengaja dihilangkan dalam penulisan "Sejarah Melayu" pada masa itu. Penghilangan ini disinyalir bertujuan untuk menghindari anggapan penghinaan terhadap masyarakat Batak yang mendiami wilayah pedalaman, yang pada masa tersebut mungkin masih dianggap terbelakang dan prasangka lainnya.

Dengan menghilangkan penyebutan "Batak," penulis "Sejarah Melayu" diduga memiliki maksud untuk mengintegrasikan wilayah pesisir ke dalam identitas Melayu dan sekaligus mengasosiasikannya dengan menguatnya agama Islam. Hal ini mencerminkan dinamika politik dan sosial pada masa itu, di mana identitas Melayu seringkali dikaitkan dengan agama Islam dan wilayah pesisir yang lebih terbuka.

Dugaan adanya keterkaitan antara Haru dan Batak semakin diperkuat dengan ditemukannya nama-nama pembesar Haru, yang menjadi datuk-datuk dan tercantum dalam "Sejarah Melayu" yang memiliki kemiripan dengan nama-nama yang lazim ditemukan dalam tradisi Karo, sering dianggap salah satu sub-etnis Batak, meski oleh sebagian pengamat menganggap Karo adalah suku sendiri.

Nama-nama seperti Serbayaman Raja Purba dan Raja Kembat (atau Kembar/Kembaren, lihat Pustaka Alim Kembaren mengenai leluhur marga Kembaren yang datang dari Pagaruyung ke sekitar Danau Toba dan menjadi pendiri beberapa perkampungan dan sudah hilir mudik ke Mekkah) menjadi contoh konkret yang mengindikasikan adanya pengaruh atau bahkan keterkaitan langsung antara elite Haru dengan masyarakat Karo.

Sebagai catatan, menurut sejarah Rokan, Riau, Sultan Sujak merupakan saudara dari Sultan Sidi dari Sumatera Barat dengan nukilan "Raja Rokan (Rokan IV Koto) berasal dari keturunan Sultan Sidi ( Raja ke V Rokan IV Koto), saudara dari Sultan Sujak dari Sumatera Barat". (lihat di sini lebih lanjut)

Sidi adalah gelar khas Pariaman dan Rao di Pasaman seperti Sidi Mara yang juga punya kaitan sejarah dengan Barus, Tapanuli Tengah beberapa abad kemudian saat perang dengan Belanda.

Temuan yang lebih spesifik mengarah pada wilayah Hulu Deli, di mana terdapat sebuah daerah yang dikenal dengan nama Urung Serbayaman. Urung sendiri merupakan istilah dalam struktur pemerintahan tradisional Melayu Deli yang merujuk pada sebuah wilayah kekuasaan. Menariknya, Serbayaman adalah nama salah satu Raja Urung Melayu di Deli yang diyakini berasal dari etnis Karo.

Keterkaitan nama-nama ini memberikan petunjuk penting mengenai kemungkinan adanya migrasi, perkawinan, atau aliansi politik antara tokoh-tokoh dari wilayah Batak, khususnya Karo, dengan elite penguasa Kerajaan Haru. Hal ini membuka ruang interpretasi baru mengenai komposisi etnis dan pengaruh budaya dalam sejarah perkembangan kerajaan-kerajaan Melayu di Sumatera Utara.

Implikasi dari temuan ini sangat signifikan dalam memahami sejarah interaksi antar kelompok etnis di Sumatera Utara pada masa lampau. Jika benar terdapat keterkaitan yang erat antara penguasa Haru dengan tokoh-tokoh Batak, maka narasi sejarah Melayu di wilayah ini perlu ditinjau kembali dengan memasukkan perspektif dan kontribusi dari masyarakat Batak.

Selain itu, temuan ini juga menyoroti pentingnya analisis filologis dan interpretasi kontekstual dalam memahami manuskrip-manuskrip sejarah kuno. Kesalahan penulisan atau penghilangan informasi yang disengaja dapat mengubah secara signifikan pemahaman kita terhadap peristiwa dan tokoh-tokoh di masa lalu.

Penelitian lebih lanjut yang melibatkan kajian linguistik, arkeologi, dan tradisi lisan dari berbagai kelompok etnis di Sumatera Utara diperlukan untuk menguji validitas hipotesis ini dan mengungkap lebih banyak lagi jejak-jejak interaksi budaya dan politik di masa lalu.

Misteri seputar asal-usul Maharaja Diraja dan keterkaitannya dengan dunia Batak memberikan warna baru dalam studi sejarah Melayu. Hal ini menunjukkan bahwa sejarah bukanlah narasi yang tunggal dan statis, melainkan sebuah proses interpretasi yang dinamis dan terbuka terhadap penemuan-penemuan baru.

Pengungkapan potensi adanya jejak Batak dalam sejarah Kerajaan Haru juga dapat menjadi jembatan untuk mempererat hubungan antar kelompok etnis di Sumatera Utara saat ini. Pemahaman yang lebih baik tentang masa lalu yang saling terkait dapat membangun rasa saling menghormati dan menghargai keragaman budaya yang ada.

Penelitian mendalam terhadap "Sejarah Melayu" dan sumber-sumber sejarah lokal lainnya diharapkan dapat memberikan jawaban yang lebih komprehensif mengenai teka-teki ini. Jejak-jejak masa lalu yang tersembunyi menyimpan pelajaran berharga tentang dinamika sosial, politik, dan budaya yang membentuk identitas masyarakat Sumatera Utara saat ini.

Kisah tentang Maharaja Diraja dan kemungkinan keterkaitannya dengan Batak adalah sebuah pengingat bahwa sejarah seringkali lebih kompleks dan berlapis-lapis dari apa yang tertulis secara eksplisit. Diperlukan ketelitian, analisis kritis, dan keterbukaan terhadap berbagai perspektif untuk mengungkap kebenaran yang mungkin tersembunyi di balik lembaran-lembaran sejarah kuno.

Dengan terus menggali dan meneliti, kita berharap dapat merangkai kembali kepingan-kepingan masa lalu dan mendapatkan pemahaman yang lebih utuh tentang akar sejarah dan budaya masyarakat Sumatera Utara. Misteri Haru dan jejak Batak yang mungkin tersembunyi di dalamnya adalah sebuah perjalanan intelektual yang menarik dan berpotensi mengubah pemahaman kita tentang sejarah Melayu di wilayah ini.

Penelitian ini juga membuka peluang untuk mengkaji kembali peran dan kontribusi berbagai kelompok etnis dalam pembentukan identitas dan sejarah kerajaan-kerajaan Melayu di Nusantara. Sejarah tidak selalu ditulis dari perspektif penguasa, dan seringkali terdapat narasi-narasi lain yang perlu diungkap dan dihargai.

Dengan semangat keingintahuan dan dedikasi terhadap kebenaran sejarah, para peneliti dan sejarawan akan terus berupaya mengungkap tabir misteri seputar Kerajaan Haru dan potensi keterkaitannya dengan dunia Batak Toba di Pusuk Buhit, Samosir.

Jawaban atas pertanyaan ini tidak hanya akan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, tetapi juga memperkuat pemahaman kita tentang warisan budaya yang beragam di Sumatera Utara.



No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Pages